Di era serba digital ini, siapa sih yang tidak kenal QRIS? Metode pembayaran non tunai ini telah menjadi favorit pelanggan karena kepraktisannya. Tinggal scan, beres!
Namun, di balik kemudahannya, seringkali muncul pertanyaan (dan kadang perdebatan) antara penjual dan pembeli: “Siapa yang harus menanggung biaya admin (MDR) QRIS?”
Karena sering terjadi di mana penjual/ kasir berkata, “Kalau bayar pakai QRIS ada tambahan biaya seribu rupiah, ya.” Pertanyaannya, apakah hal ini diperbolehkan? Mari kita bahas tuntas fakta dan aturan resminya.
Apa Itu Biaya Admin (MDR) QRIS?
Sebelum masuk ke peraturan, kita harus paham dulu apa itu MDR.
MDR adalah singkatan dari Merchant Discount Rate. Sederhananya, MDR adalah biaya jasa yang dibebankan oleh penyelenggara jasa pembayaran (seperti bank atau e-wallet) kepada penjual atau pelaku usaha untuk setiap transaksi QRIS yang berhasil. MDR ini biasa juga dianggap sebagai biaya admin.
- Siapa yang menanggung MDR? Penjual, bukan pembeli.
- Bagaimana skemanya? MDR akan dipotong otomatis dari setiap pembayaran QRIS yang diterima, bukan dari total akumulasi pembayaran QRIS yang diterima dalam kurun waktu tertentu.
- Berapa nominalnya? Bervariasi tergantung kategori usaha:
- Untuk Usaha Mikro (UMI) dikenakan MDR 0% untuk transaksi di bawah Rp500.000 dan 0,3% untuk transaksi di atas Rp500.000.
- Untuk Usaha Kecil, Menengah, dan Besar dikenakan MDR sebesar 0,7%.
Banyaknya fenomena penjual meminta biaya tambahan ke pelanggan yang membayar via QRIS
Untuk menutup biaya MDR tersebut, banyak ditemukan kasus di mana penjual meminta biaya tambahan untuk pembeli yang ingin membayar via QRIS. Contoh: Jika pembeli memesan nasi goreng seharga Rp15.000 dan ingin membayar via QRIS, penjual meminta biaya tambahan Rp1.000, sehingga pembeli harus membayar total Rp16.000 via QRIS penjual.
Praktik membebankan biaya MDR atau biaya admin tambahan kepada pembeli saat membayar via QRIS disebut Surcharge.
Bolehkah penjual meminta biaya tambahan untuk pembayaran QRIS?
Jawabannya: Tidak boleh.
Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas pembayaran resmi di Indonesia memiliki aturan yang sangat ketat untuk melarang praktik surcharge ini. Ketika penjual mendaftar menjadi pengguna QRIS, penjual sebenarnya telah menyetujui untuk tidak membebankan MDR kepada pembeli.
Aturan Resmi Bank Indonesia
Larangan surcharge bukan sekadar himbauan, tapi juga memiliki landasan hukum yang kuat. Berikut adalah payung hukum yang melarang praktik surcharge:
Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 23/6/PBI/2021 tentang Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) Pasal 52 ayat (1) menyebutkan secara jelas bahwa: “Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) wajib memastikan Merchant (penjual) tidak mengenakan biaya tambahan (surcharge) kepada Pengguna Jasa (pembeli) atas biaya yang dikenakan oleh PJP kepada Merchant.”
Ini artinya, penjual dilarang untuk mengenakan biaya tambahan (surcharge) atau membebankan biaya apapun terkait QRIS kepada pembeli, karena biaya MDR ditanggung oleh penjual, bukan kepada pembeli.
Oleh karena itu, jika harga nasi goreng adalah Rp15.000, maka pembeli yang membayar via QRIS tetap membayar Rp20.000 saja tanpa biaya tambahan apapun. MDR akan dipotong otomatis dari pembayaran yang diterima penjual, bukan diminta lagi dari saku pembeli di kasir.
Apa konsekuensinya jika penjual melanggar & tetap melakukan surcharge?
Bank Indonesia dan Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) secara aktif memantau hal ini. Jika ada pembeli yang melapor bahwa toko penjual meminta biaya tambahan untuk QRIS, maka penjual akan dikenakan sanksi tegas berupa:
- Teguran Keras: Penjual akan mendapatkan peringatan dari pihak penyedia QRIS.
- Penghentian Kerjasama: QRIS toko penjual bisa dicabut/dibekukan.
- Masuk Daftar Hitam (Blacklist): Penjual yang nakal bisa dimasukkan ke dalam daftar hitam pedagang (*Merchant Blacklist*), sehingga sulit untuk mendaftar layanan pembayaran digital kedepannya.
- Kehilangan Kepercayaan Pelanggan: Di zaman viral ini, toko yang “nembak harga” atau nakal soal biaya admin seringkali dihindari pembeli.
Tips untuk Penjual
Daripada membebankan biaya kecil ke pembeli yang bisa berujung masalah hukum dan hilangnya pelanggan, kamu bisa mencoba strategi berikut ini:
- Anggap MDR sebagai biaya operasional
Masukkan komponen MDR ke dalam perhitungan HPP (Harga Pokok Penjualan). - Ingat keuntungan dari QRIS
Membayar MDR kecil jauh lebih aman daripada risiko memegang uang tunai (risiko uang palsu, pencurian, atau repot mencari uang kembalian). - Pencatatan Otomatis
Transaksi QRIS membuat pembukuan keuangan rapi secara otomatis, menghemat waktu untuk rekap kas manual.
Kesimpulan
Sebagai pelaku usaha, mematuhi peraturan Bank Indonesia adalah wajib hukumnya. Peraturannya sudah jelas bahwa penjual dilarang mengenakan biaya tambahan (surcharge) QRIS kepada pembeli.
Ingat, kepuasan pelanggan sangat berpengaruh dalam keberlangsungan usaha. Jika pengalaman belanja di usaha kamu mulus dan jujur tanpa biaya tersembunyi, pembeli akan dengan senang hati untuk kembali dan berlangganan ke kamu.